Sabtu, 31 Agustus 2013

Dekan FK Unsyiah sambut keluarga baru

mediasyifa.org – Sebanyak 445 orang mahasiswa baru angkatan 2013 dari 4 program studi pendidikan di Fakultas Kedokteran Universitas Syiah Kuala (FK Unsyiah) secara resmi diterima oleh Dekan FK Unsyiah, Dr. dr. Mulyadi, Sp.P (K), pada upacara penerimaan mahasiswa baru yang dipusatkan di Aula FK Unsyiah Gedung D, pada hari senin (26/8/13).
1003945_4692303123837_2042099223_n
1238114_4692316484171_1795006072_n
Dr. dr. Mulyadi, Sp.P (K) mengucapkan selamat datang kepada “Keluarga Baru” di FK Unsyiah seraya mengucapkan selamat atas keberhasilan para mahasiswa yang telah berhasil lulus di FK Unsyiah. “Selamat kepada saudara-saudara sekalian karena telah lulus di fakultas ini, dan saudara termasuk orang-orang terpilih bisa masuk ke fakultas ini”.
Kemudian beliau juga mengharapkan agar mahasiswa baru tersebut dapat bersikap proaktif dan berkomitmen untuk menjadi profesional di bidang kesehatan, “Saudara telah menjadi bagian dari fakultas ini, diharapkan nantinya saudara bisa lebih fokus dalam proses pendidikan di FK Unsyiah dan harus bisa proaktif, jujur serta mempunyai komitmen tinggi untuk menjadi seorang profesional  dalam bidang kesehatan dimasa mendatang”.
Dalam sambutannya, Dekan FK Unsyiah juga berpesan kepada para mahasiswa baru agar senantiasa bersikap rendah hati dan menghormati jasa-jasa orang tua, “Saudara sekalian juga tidak boleh sombong karena telah lulus di fakultas ini, sebaliknya saudara harus menanamkan rasa rendah hati mulai dari saat ini didalam hati saudara sekalian. Pesan saya juga, tolong hubungi orang tua saudara dan ucapkan terima kasih kepadanya karena telah memberikan didikan, fasilitas serta membiayai saudara untuk melanjutkan pendidikan hingga ke perguruan tinggi, dan titip salam saya untuk orang tua saudara sekalian”, pesan beliau sekaligus mengakhiri sambutannya.
Acara penerimaan ini dihadiri oleh unsur-unsur pimpinan di lingkup FK Unsyiah yakni para Pembantu Dekan, para Ketua Program studi, Koordinator Kepaniteraan Klinik Senior (KKS), Manajemen PBL, para Kepala SMF, Kepala Skill’s Lab, juga dihadiri oleh berbagai organisasi kemahasiswaan dalam lingkungan FK Unsyiah seperti Ketua LDF Asy-Syifaa’, Ketua DPM FK, Gubernur BEM FK, para Bupati Himpunan kemahasiswaan dan pimpinan organisasi satelit intra kampus.
Dalam kesempatan yang sama, dr. T. Husni TR, Sp.THT-KL, M.Kes selaku Pembantu Dekan III (PD III) atau yang membidangi Kemahasiswaan menekankan kepada seluruh mahasiswa khususnya mahasiswa baru angkatan 2013 tentang pentingnya menjaga attitude selaku calon profesional di bidang medis, “Saya ingin menekankan kepada seluruh mahasiswa khususnya mahasiswa baru untuk dapat menjaga attitude, karena kalian semua adalah calon tenaga profesional baik sebagai Dokter, Ners, Dokter Gigi maupun Psikolog nantinya, yang akan berhadapan dengan pasien. Sehingga dituntut untuk memiliki empati terhadap para pasien. Oleh karena itu, meskipun kalian pintar tapi tidak memiliki attitude maka sama saja Nol”.
PD III juga menghimbau agar seluruh mahasiswa baru dapat membiasakan kebiasaan yang positif, “Saya juga menghimbau agar apabila bertemu dengan para dosen maka kita tegur, jika berjumpa dengan sesama maka juga demikian. Jadi mari kita biasakan hal-hal yang positif tersebut”, sambungnya.
Secara terpisah, Fahrizal selaku Ketua LDF Asy-syifaa’ juga mengucapkan selamat atas kedatangan mahasiswa baru angkatan 2013, “Ahlan wa sahlan saya ucapkan, selamat datang kepada “Keluarga Baru” FK Unsyiah di kampus Jantong Hatee Rakyat Aceh. Kami sangat senang dan bangga bisa memiliki keluarga baru yakni adik-adik yang sangat kami cintai. Teman-teman semua adalah orang-orang pilihan yang telah dipilih Allah swt sehingga bisa lulus di FK Unsyiah. Karenanya jangan pernah berhenti bersyukur kepada Allah swt dan berterima kasih kepada kedua orang tua yang senantiasa mendo’akan dan memberi dukungan untuk kesuksesan teman-teman semua”, tuturnya.
Acara penerimaan mahasiswa baru FK Unsyiah 2013 ini ditutup dengan penyerahan secara simbolis mahasiswa baru dari Dekan FK Unsyiah kepada para pimpinan organisasi mahasiswa FK Unsyiah yang selanjutnya akan mengikuti rangkaian kegiatan penyambutan mahasiswa baru yakni Metamorfosis 2013 pada tanggal 30, 31 Agustus hingga 01 September 2013 yang bertempat di gedung AAC Prof. Dr. Dayan Dawood, MA. Baru setelahnya para mahasiswa ini akan mengikuti kuliah perdana pada hari Senin (03/09/13). (Sumber: Mediasyifa.org)

DPM minta Menkes lebih bijak

Ketua DPM Faked Unsyiah
DPM News, Banda Aceh: Ketua DPM Faked Unsyiah M. Rizki Ramadana menyayangkan pernyataan Menkes Nafsiah Mboi seperti yang dikutif media massa. “Kita sangat menyayangkan menkes mengeluarkan statemen demikian, seharusnya beliau memcarikan solusi bukan malah mengomentaris Teman Sejawatnya sendiri dan seolah – olah menyalahkan mereka”. Rizki melanjutkan “kami minta untuk mencarikan solusi yang bijak, disamping itu Rizki berharap sebaiknya Menkes fokus, masih banyak hal – hal yang lain yang harus diselesaikan Menkes mengingat juga sisa waktu beliau satu tahun lagi”. Terus terang kami sangat menyayangkan perkataan demikian keluar dari seorang Menteri, yang seharusnya sebaliknya. Terus terang saya pribadi sebagai mahasiswa kedokteran dan dokter muda merasa prihatin dengan ucapan beliau tersebut.

Seperti deiberitakan, Menteri Kesehatan Nafsiah Mboi menyarankan bagi para lulusan fakultas kedokteran yang berkali-kali gagal menjalani uji kompetensi agar melupakan saja cita-cita untuk menjadi dokter. “Kalau berkali-kali para dokter muda itu gagal uji kompetensi, lebih baik mereka jangan dikasih kesempatan untuk pegang pasien. Bisa-bisa pasien jadi mati. Lebih baik mereka menjadi pengusaha atau mencalonkan jadi bupati saja,” tandas Nafsiah di Jakarta, Selasa (27/8). Komentar Nafsiah tersebut untuk menanggapi keluhan PB Ikatan Dokter Indonesia (IDI) dan Asosiasi Institusi Pendidikan Kedokteran Indonesia (AIPKI) soal rendahnya mutu lulusan dokter. Buruknya para dokter muda tersebut akibat dari tumbuhnya berbagai fakultas kedokteran swasta di daerah yang tidak berkualitas sehingga melulusan para lulusan yang tidak bermutu.
Sebelumnya, Ketua PB IDI Zaenal Abidin mengeluhkan pada tahun ini mereka harus
Menkes R.I Nafsiah Mboi
melakukan pendampingan pada 2.500 dokter baru lulus yang berkali-kali tidak lulus uji kompetensi. Zaenal bahkan mengungkapkan ada beberapa lulusan yang gagal uji kompetensi setelah mencoba hingga 19 kali.
Uji kompetensi merupakan syarat bagi para dokter untuk mendapatkan Sertifikasi kompetensi yang dikeluarkan PB IDI. Sertifikasi itu merupakan syarat untuk mengambil Surat Tanda Registrasi (STR) dari Konsil Kedokteran Indonesia (KKI). Usai mendapatkan kedua surat tersebut, dokter bersangkutan dapat mengajukan Surat Izin Praktik (SIP) pada IDI cabang setempat agar bisa melakukan praktik kedokteran.
Nafsiah mengamini buruknya lulusan dokter pada saat ini merupakan buah dari menjamurnya fakultas kedokteran kelas abal-abal di berbagai daerah. “Saya bahkan mendengar ada sebuah fakultas kedokteran yang menerima mahasiswa dari jalur IPS (ilmu pengetahuan sosial). Kami sudah melaporkan hal ini ke Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) untuk diambil tindakan,” bebernya.

Guna membenahi fakultas kedokteran abal-abal, pemerintah telah mengeluarkan UU Pendidikan Kedokteran (Dikdok) yang baru disahkan pada Juli 2013. Di situ, sambung Nafsiah, diatur syarat pendirian fakultas kedokteran seperti, harus memiliki rumah sakit, terakreditasi, dan tidak boleh merekrut mahasiswa di luar kemampuan (kuota). “Fakultas yang melanggar akan diberi sanksi oleh Kemendikbud. Bentuknya mulai dari teguran sampai kalau perlu ditutup.” (Sumber: Metrotvnews.com).

Jumat, 23 Agustus 2013

H – 7 Metamorfosis, Persiapannya masih bree’

DPM News. H minus 1 minggu, panitia pelaksana untuk penyambutan mahasiswa baru 2013 di Fakultas Kedokteran Universitas Syiah Kuala bree’ (bahasa Aceh red) yang dikomandoi oleh Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Syiah Kuala. Demikian kesimpulan DPM berdasarkan hasil rapat pada 23 Agustus 2013 jam 17.00 WIB yang bertempat di Meuligoe Mahasiswa. Rapat tersebut dilaksanakan sebagai salah satu fungsi DPM dalam bidang pengawasan. Turut di undang dalam rapat Gubernur BEM, Ketua Panitia Metamorfosis dan jajarannya, BUpati dalam ligkungan Fakultas Kedokteran Universitas Syiah Kuala dan Presidium DPM. Sedangkan yang berhadir Gubernur BEM (hadir sebentar dan kemudian pergi), Ketua panitia (telat hampir sejam), Bupati Himakep, Bupati Himakagi, Perwakilan Himapsi dan beberapa anggota DPM.

Rapat yang berdurasi sekitar 70 menit tersebut diawali dengan diskusi seputaran perkembangan acara Metamorfosis sendiri di jajaran Himpunan. Dari hasil penyampaian para Bupati DPM terkejut dimana tidak pernah ada pemberitahuan ataupun undangan untuk pelaksanaan rapat pembahasan Metamorfosis sejauh ini, bahkan ada Bupati yang sontak terkejut melihat di sceadule acara yang ternyata ada sesi Himpunan dalam pelaksanaan tersebut, akan tetapi tidak pernaha ada pemberitahuan dari penitia.

Dari sesi konten acara, belum ada perkembangan berarti. Dimana pengisi acara masih belum fiks, rapat dengan dosen pengarah belum pernah dilaksanakan dan masih banyak sederetan masalah yang lainnya. Belum lagi kita berbicara masalah publikasi. Saat ini sudah H minus seminggu pelaksanaan, akan tetapi belum ada satupun bahkan poster kecil apalagi spanduk yang tertempel di kampus. Bukan ketiadaan dana, karena panitia bahkan ada mengutip dana dari mahasiswa 2013.

Rapat ditutup dengan sederet rekomendasi mulai dari segera melakukan konsolidasi kepanitiaan, melaksanakan rapat pertemuan segera dengan dosen pengarah (sesuai SK Dekan nomor 342 tahun 2013), memfikskan konten dan pengisi acara, meningkatkan koordinasi dan komunikasi dengan himpunan. Alhasil DPM berkesimpulan H minus seminggu pelaksanaan Metamorfosis 2013 panitia Belum Siap.

Wallahu wa’lam..

Minggu, 04 Agustus 2013

DPM akan tentukan sikap untuk AKMK 2013 dalam waktu dekat

Tanya kenapa?
DPM News. Dewan Perwakilan Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Syiah Kuala akan menentukan sikapnya dalam waktu dekat mengenai masalah AKMK 2013. Ini terkait mengenai permasalahan AKMK 2013 dimana sudah diselenggarakan pemilihan direktur AKMK 2013 yang baru pada beberapa bulan yang lalu.

Menyikapi masalah tersebut, ketua komisi B, Ikhsan Yowanda mengemukakan untuk masalah tersebut masih dikaji dan dipelajari oleh DPM, "untuk masalah itu masih kita pelajari dulu dan kita dalami. Kami lagi mengumpulkan semua data terkait yang selanjutnya kami pelajari, nah dari situlah nanti kami akan menyimpulkan dan selanjutnya kami serahkan ke pak ketua untuk di tindaklanjuti".

Seperti diketahui, masalah pelaksanaan AKMK 2013 cukup banyak dinamika, dimana dimulai sejak medio Mei 2013 dan sampai terakhir kali terpilih direktur yang baru.

Selamat Hari Raya Aidil Fitri 1434 H

Selamat hari Raya Aidil Fitri 1434 H, Mohon maaf lahir dan batin...

Senin, 29 Juli 2013

Tinjauan Umum Undang - Undang Pendidikan Kedokteran

Sebuah kajian oleh Kastrat BEM IKM FKUI 2013

UU Dikdok tinggal tunggu ketok palu
Pelayanan kedokteran di Indonesia saat ini terselenggara secara tidak merata. Berdasarkan data Kementerian Kesehatan (Kemenkes) 2012, terungkap bahwa dari 9.510 puskesmas yang ada di Indonesia, 14,7% di antaranya tidak memiliki tenaga dokter. Selain itu masih terdapat 16,76% puskesmas di negara kita yang tidak memiliki jumlah tenaga kesehatan (nakes) minimal, yang terdiri dari 1 dokter, 1 perawat dan 1 bidan. 
Dokter-dokter yang ahli itu terpusat di kota besar, terutama di Jakarta. Sementara itu di beberapa daerah,  keberadaan dokter sangat minim. Posisi rasio dokter penduduk terendah ditempati oleh Sulawesi Barat (8,8/100 ribu), NTT (10/100 ribu), Maluku (12,5/100 ribu), Maluku Utara (12,6/100 ribu) dan NTB (13,6/100 ribu). Di sisi lain, kesejahteraan dokter di Indonesia juga tidak merata, begitu juga kualitas layanan yang diberikan 
Beberapa gambaran permasalahan kesehatan Indonesia di atas, kemudian coba dijawab dengan Undang-Undang Pendidikan Kedokteran yang belum lama disahkan pada tanggal 11 Juli 2013, setelah melewati perjalanan yang panjang semenjak tahun 2011. Tujuan utamanya adalah untuk meningkatkan kualitas layanan kesehatan, terutama dokter, melalui perbaikan sistem pendidikan serta pemerataan kesempatan pendidikan. 
Undang-undang ini mengatur kegiatan kedokteran dimulai dari pendidikan kedokteran itu sendiri hingga bentuk pelayanan kedokteran di masyarakat. Ada beberapa perubahan yang akan terjadi di dunia kedokteran Indonesia paska pengesahan peraturan ini. Dari segi pendidikan, institusi pendidikan kedokteran harus memenuhi beberapa syarat-syarat yang berlaku. Dari segi pelayanan kesehatan, akan ada Integrasi terhadap perubahan sistem menjadi Sistem Jaminan Sosial Nasional yang menuntut adanya dokter layanan primer dan sistem rujukan yang baik, 
  
Berikut adalah beberapa poin penting dalam undang-undang pendidikan kedokteran ini;

Dokter Layanan Primer.
Apakah itu dokter layanan primer? Dokter layanan primer adalah sebuah cabang spesialis baru dalam dunia kedokteran Indonesia, ditujukan untuk memenuhi kualifikasi sebagai pelaku pada layanan kesehatan tingkat pertama, melakukan penapisan rujukan tingkat pertama ke tingkat kedua, dan melakukan kendali mutu serta kendali biaya sesuai dengan standar kompetensi dokter dalam sistem jaminan kesehatan nasional. Nantinya, mayoritas pasien akan dihadapkan dengan dokter layanan primer bertugas saat SJSN sudah rampung.  

Dokter Layanan Primer berbeda dari dokter umum karena harus menjalani studi lebih lanjut selama kurang lebih 2 tahun dan akan  diperlakukan setara dengan dokter spesialis. Hal ini tercantum pada pasal 8 ayat 3 yang berbunyi: ”Program dokter layanan primer sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan kelanjutan dari program profesi Dokter dan program internsip yang setara dengan program dokter spesialis.” Sebagai tambahan, dalam program SJSN nanti, dokter yang akan digaji oleh sistem adalah dokter layanan primer, dokter spesialis dan dokter sub-spesialis.

Lalu bagaimana nasib dokter umum?  Dokter umum masih bisa berpraktek seperti biasa di klinik dan rumah sakit swasta yang tidak tergabung dalam SJSN selama mereka memiliki izin untuk berpraktek.

Terdapat beberapa kekhawatiran dalam pendidikan dokter layanan primer. Salah satunya dalam penyelenggaraan pendidikan. Hanya beberapa fakultas yang dapat menjalankan program pendidikan dokter layanan primer.
Berdasarkan pasal 8 ayat 1 UU Pendidikan Kedokteran, yang berbunyi:
“Program pendidikan dokter layanan primer, dokter spesialis, subspesialis, dan dokter gigi spesialis-subspesialis hanya dapat diselenggarakan oleh Fakultas Kedokteran dan Fakultas Kedokteran Gigi yang memiliki akreditasi kategori tertinggi untuk program studi kedokteran dan program studi kedokteran gigi”  studi dokter layanan primer hanya bisa diambil di fakultas kedokteran dengan akreditasi tertinggi (A)  Permasalahan yang mungkin muncul adalah, dari 80 Universitas yang memiliki fakultas kedokteran di Indonesia, hanya 19 yang memiliki akreditasi A menurut data badan akreditasi nasional kemendikbud. Hal ini berpotensi memperkecil kesempatan untuk menjadi dokter layanan primer, padahal di era SJSN nanti diharapkan jumlah dokter layanan primer berada di dasar piramida dokter Indonesia, yakni menempati komposisi dokter terbanyak dari ragam dokter lainnya. Meski dalam pasal 8 ayat 2 dijelaskan lebih lanjut; 

“Dalam hal mempercepat terpenuhinya kebutuhan dokter layanan primer, Fakultas Kedokteran dengan akreditasi kategori tertinggi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat bekerja sama dengan Fakultas Kedokteran yang akreditasinya setingkat lebih rendah dalam menjalankan program dokter layanan primer.” 
Fakultas kedokteran dengan akreditasi B bisa menjadi sarana kerjasama fakultas yang memiliki akreditasi A untuk pendidikan dokter layanan primer, bentuk kerja sama ini masih belum jelas

Dokter umum tidak diwajibkan untuk mengambil pendidikan dokter layanan primer, hanya saja jika mau berpartisipasi dalam SJSN maka dokter umum perlu menjadi dokter layanan primer atau spesialis atau subspesialis. Selain itu, berdasarkan pasal 31 ayat 1 poin b, “memperoleh insentif di Rumah Sakit Pendidikan dan Wahana Pendidikan Kedokteran bagi mahasiswa program dokter layanan primer, dokter spesialissubspesialis, dan dokter gigi spesialis subspesialis”, selama pendidikan dokter layanan primer, seperti pendidikan dokter spesialis dan subspesialis, memiliki hak untuk menerima insentif dari rumah sakit pendidikan atas jasa medis yang dilakukan.

Internsip
           Berdasarkan pasal 38 ayat 1 dan 2 yang berbunyi :
“(1) Mahasiswa yang telah lulus dan telah mengangkat sumpah sebagai Dokter atau Dokter Gigi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37 ayat (1) harus mengikuti program internsip.
  
(2) Penempatan wajib sementara pada program internsip sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diperhitungkan sebagai masa kerja. “
mahasiswa yang sudah menyelesaikan pendidikan kedokteran dan sudah disumpah wajib mengikuti internsip. Undang-undang ini memberikan dasar hukum yang lebih kuat terhadap program internsip yang sebelumnya diatur melalui Permenkes nomor 229/MENKES/PER/II/2010. Perubahan lain yang terjadi terkai internsip adalah program Internsip akan dihitung sebagai masa kerja.

Perbaikan mutu pendidikan
Untuk memperbaiki mutu pendidikan, maka fakultas kedokteran kini diwajibkan untuk memiliki rumah sakit pendidikannya sendiri. Berdasarkan pasal 41 ayat 2 “Rumah Sakit Pendidikan Utama hanya dapat bekerja sama dengan 1 (satu) Fakultas Kedokteran dan/atau Fakultas Kedokteran Gigi sebagai rumah sakit pendidikan utamanya.”, setiap fakultas kedokteran wajib memiliki 1 rumah sakit pendidikan utama, dimana rumah sakit pendidikan utama adalah rumah sakit umum. Selain itu, berdasarkan ayat 3 yang berbunyi “Selain kerja sama sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Rumah Sakit Pendidikan Utama dapat menjadi Rumah Sakit Pendidikan Afiliasi dan/atau Rumah Sakit Pendidikan Satelit bagi Fakultas Kedokteran atau Fakultas Kedokteran Gigi lainnya” fakultas kedokteran boleh memiliki rumah pendidikan satelit sebagai pelengkap. Untuk menyesuaikan, maka berdasarkan pasal 59, yang berbunyi
“(1) Fakultas Kedokteran dan Fakultas Kedokteran Gigi yang sudah ada sebelum Undang-Undang ini harus menyesuaikan dengan ketentuan Undang-Undang ini paling lama 5 (tiga) tahun sejak Undang-Undang ini diundangkan.
(2) Program studi kedokteran dan program studi kedokteran gigi yang sudah ada sebelum Undang-Undang ini harus menyesuaikan dengan ketentuan Undang-
Undang ini paling lama 5 (lima) tahun sejak Undang-Undang ini diundangkan.” diberikan masa peralihan selama 5 tahun yang jika setelah 5 tahun masih belum memiliki rumah sakit pendidikan atau masih belum sesuai dengan ketentuan undangundang akan ditutup.

Beasiswa
Beasiswa memiliki banyak sumber, antara lain pemerintah, pemerintah daerah, fakultas dan pihak lain. Pemerintah  Pasal 32 yang berbunyi 
“(1) Mahasiswa dapat memperoleh beasiswa dan/atau bantuan biaya pendidikan.
(2) Beasiswa dan/atau bantuan biaya pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat bersumber dari: a. Pemerintah;
b.      Pemerintah Daerah;
c.       Fakultas Kedokteran atau Fakultas Kedokteran Gigi; atau
d.      pihak lain.” dan dijelaskan lebih lanjut di pasal 33 yang berbunyi: 
(1)        Beasiswa yang bersumber dari Pemerintah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 ayat 2 huruf a diberikan kepada Mahasiswa dengan kewajiban ikatan dinas untuk ditempatkan di seluruh wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia.
(2)        Beasiswa yang bersumber dari Pemerintah Daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 ayat (2) huruf b diberikan kepada Mahasiswa dengan kewajiban ikatan dinas untuk daerahnya.
(3)        Bantuan biaya pendidikan yang bersumber dari Pemerintah dan Pemerintah Daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 ayat (2) huruf a dan huruf b diberikan kepada Mahasiswa tanpa kewajiban mengikat dalam rangka memenuhi program afirmasi.
(4)        Beasiswa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diberikan dengan pertimbangan prestasi dan/atau potensi akademik.”
Mahasiswa yang mendapatkan beasiswa dari pemerintah memiliki kewajiban ikatan dinas di tempat yang ditentukan oleh pemerintah. Selain itu mahasiswa juga dapat menerima bantuan dari pemerintah tanpa kewajiban ikatan dinas. 
Penerimaan mahasiswa kedokteran baru
Berdasarkan  pasal 27 ayat 2, yang berbunyi “Selain lulus seleksi penerimaan sebagaimana dimaksud pada ayat 1, calon mahasiswa harus lulus tes bakat dan tes kepribadian.” Tes kepribadian akan dijadikan bagian dalam tes penerimaan ke fakultas kedokteran. Masih belum diketahui bentuknya.
             
 Kuota penerimaan mahasiswa baru juga sekarang diatur dalam UU Dikdok dimana sebelumnya kuota penerimaan mahasiswa baru menjadi wewenang masingmasing universitas. Berdasarkan pasal 9 yang berbunyi:  
“(1) Program studi kedokteran dan program studi kedokteran gigi hanya dapat menerima Mahasiswa sesuai dengan kuota nasional.
(2) Ketentuan mengenai kuota nasional sebagaimana dimaksud pada ayat 1 diatur dengan Peraturan Menteri setelah berkoordinasi dengan menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang kesehatan.”  dan pasal 10 yang berbunyi: 
“Dalam hal adanya peningkatan kebutuhan pelayanan kesehatan, Menteri setelah berkoordinasi dengan menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang kesehatan dapat menugaskan Fakultas Kedokteran dan Fakultas Kedokteran Gigi untuk meningkatkan kuota penerimaan Mahasiswa program dokter layanan primer, dokter spesialis-subspesialis, dan/atau dokter gigi spesialis-subspesialis sepanjang memenuhi daya tampung dan daya dukung sesuai dengan ketentuan Peraturan Perundangundangan.”
kuota mahasiswa nasional yang bisa diterima ke fakultas kedokteran kini diatur oleh kementrian bidang kesehatan. Kuota ini bisa naik dan bisa turun sesuai dengan kebutuhan nasional. Hal ini juga mempengaruhi pendidikan dokter layanan primer, spesialis dan subspesialis. 
Poin yang menurut saya sangat perlu kita kritisi adalah aksesibilitas calon mahasiswa terhadap pendidikan kedokteran (Penerimaan Mahasiswa Baru). Selama ini akses dikdok masih menjadi masalah populis yang belum terselesaikan.
Terkait masalah akses pendidikan kedokteran, yakni melalui penerimaan mahasiswa baru, perlu diperjelas mengenai "jalur khusus" penerimaan mahasiswa baru FK/FKG yang tertuang pada pasal 27 ayat (4) dan (5); “(4) Seleksi penerimaan calon mahasiswa sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dapat dilakukan melalui jalur khusus. (5) Seleksi penerimaan calon mahasiswa melalui jalur khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (4) ditujukan untuk menjamin pemerataan penyebaran lulusan di seluruh wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia.”

Pertanyaan yang muncul terkait masalah ini yang belum terjawab di UU Pendidikan Kedokteran, sebagai berikut:
-      Siapakah pelaksana jalur khusus? Apakah seleksi nasional atau mandiri
(fakultas) ?
-      Jalur khusus ini mempertimbangkan kondisi masyarakat berpenghasilan rendah, artinya apakah kemungkinan ada kuota secara finansial ?
Hal ini dikhawatirkan berdampak pada pemanfaatan jalur penerimaan sebagai ladang komersialisasi pendidikan oleh fakultas, seperti yang terjadi di beberapa institusi yang menyelenggarakan pendidikan kedokteran saat ini, di mana terdapat beberapa institusi pendidikan yang memiliki fakultas kedokteran menyelenggarakan “jalur mandiri” dengan tujuan (dalih) untuk menyeleksi calon mahasiswa sesuai dengan kriteria yang diinginkan oleh institusi tersebut, tetapi kenyataannya jalur mandiri dijadikan seleksi finansial yang hanya bisa diakses oleh kalangan ekonomi atas saja.

Seleksi finansial yang dimaksud adalah universitas mematok biaya yang harus dibayarkan oleh calon mahasiswa jika diterima melalui tes yang dilakukan secara mandiri oleh universitas tersebut, hal ini secara tidak langsung menyingkirkan kalangan tidak mampu (ekonomi lemah) untuk mengikuti jalur mandiri dengan kata lain membatasi akses sebagian calon mahasiswa (tidak mampu) untuk mendapatkan pendidikan, termasuk pendidikan kedokteran. 

Setiap calon mahasiswa dari kalangan ekonomi manapun mempunyai kesempatan yang sama dalam mengakses pendidikan kedokteran. Tidak ada pembatasan akses terhadap "si miskin" dengan mengurangi kuota untuk jalur mandiri yang diperuntukkan pada kalangan "si kaya". UU Pendidikan Kedokteran seharusnya memberikan solusi terhadap kondisi di atas. Akan tetapi, pengadaan jalur khusus belum tentu menjawab masalah akses tersebut.  Perlu peraturan menteri yang tepat agar tidak ada permainan dalam jalur ini, di mana pemerataan di jamin, tapi tidak dengan kemampuan finansial

Penutup
Akan ada banyak perubahan yang terjadi paska pengesahan UU Pendidikan Kedokteran dan pemberlakuan SJSN dan BPJS. Tantangan yang dihadapi pun beragam mulai dari kesiapan sistem hingga keseriusan pendanaan. Perlu dilakukan kajian yang lebih mendalam terkait dampak yang akan ditimbulkan, baik untuk pendidikan dokter maupun untuk kesehatan Indonesia pada umumnya, terutama kajian menyeluruh meliputi SJSN dan roadmapnya.

Sumber








Jumat, 26 Juli 2013

DPM pertanyakan Bendahara BEM yang dijabat oleh dua orang.


Rupiah
DPM News. Dewan Perwakilan Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Syiah Kuala kembali mengirimkan teguruan kepada Gubernur BEM sekaligus mempertanyakan mengenai jabatan Bendahara Umum BEM yang dijabat oleh dua orang. Hal tersebut sesuai dengan surat dari BEM yang ditanda tangani langsung Gubernur BEM bernomor 044/I/BEM-FK Unsyiah/VII/2013 perihal Surat Keterangan Pengangkatan dan surat 045/I/BEM-FK Unsyiah/VII/2013 perihal Surat Keterangan Pengangkatan.

Ketua komisi B, Wanda mengamukakan bahwa “Ini agak lucu dan rancu, kenapa Bendahara Umumnya ada dua, dimana yang satu atas nama Anandita Putrid dan satu lagi atas nama Erisa Aulia” ujarnya. Dia melanjutkan, “Oleh karena itu kita sudah surati Gubernur BEM untuk meminta penjelasan mengenai surat tersebut”.

Presidium yang masih kosong.

Pada kesempatan yang sama, wanda juga mengingatkan agar Gubernur BEM segera mengisi nama – nama presidium yang masih kosong karena mengundurkan diri. “Kita minta Gubernur BEM agar segera mengisi kekosongan presidium BEM sesuai pos – pos yang masih kosong dan tidak membiarkan berlarut – larut masalah ini”. Dia meneruskan bahwa “Kita sudah surati sebelumnya untuk segera dikirimkan nama – nama presidium BEM yang baru untuk mengisi kekosongan di beberapa pos jabatan yang ditingkalkan pengurus sebelumnya yang sudah mengundurkan diri”.