Sabtu, 31 Agustus 2013

DPM minta Menkes lebih bijak

Ketua DPM Faked Unsyiah
DPM News, Banda Aceh: Ketua DPM Faked Unsyiah M. Rizki Ramadana menyayangkan pernyataan Menkes Nafsiah Mboi seperti yang dikutif media massa. “Kita sangat menyayangkan menkes mengeluarkan statemen demikian, seharusnya beliau memcarikan solusi bukan malah mengomentaris Teman Sejawatnya sendiri dan seolah – olah menyalahkan mereka”. Rizki melanjutkan “kami minta untuk mencarikan solusi yang bijak, disamping itu Rizki berharap sebaiknya Menkes fokus, masih banyak hal – hal yang lain yang harus diselesaikan Menkes mengingat juga sisa waktu beliau satu tahun lagi”. Terus terang kami sangat menyayangkan perkataan demikian keluar dari seorang Menteri, yang seharusnya sebaliknya. Terus terang saya pribadi sebagai mahasiswa kedokteran dan dokter muda merasa prihatin dengan ucapan beliau tersebut.

Seperti deiberitakan, Menteri Kesehatan Nafsiah Mboi menyarankan bagi para lulusan fakultas kedokteran yang berkali-kali gagal menjalani uji kompetensi agar melupakan saja cita-cita untuk menjadi dokter. “Kalau berkali-kali para dokter muda itu gagal uji kompetensi, lebih baik mereka jangan dikasih kesempatan untuk pegang pasien. Bisa-bisa pasien jadi mati. Lebih baik mereka menjadi pengusaha atau mencalonkan jadi bupati saja,” tandas Nafsiah di Jakarta, Selasa (27/8). Komentar Nafsiah tersebut untuk menanggapi keluhan PB Ikatan Dokter Indonesia (IDI) dan Asosiasi Institusi Pendidikan Kedokteran Indonesia (AIPKI) soal rendahnya mutu lulusan dokter. Buruknya para dokter muda tersebut akibat dari tumbuhnya berbagai fakultas kedokteran swasta di daerah yang tidak berkualitas sehingga melulusan para lulusan yang tidak bermutu.
Sebelumnya, Ketua PB IDI Zaenal Abidin mengeluhkan pada tahun ini mereka harus
Menkes R.I Nafsiah Mboi
melakukan pendampingan pada 2.500 dokter baru lulus yang berkali-kali tidak lulus uji kompetensi. Zaenal bahkan mengungkapkan ada beberapa lulusan yang gagal uji kompetensi setelah mencoba hingga 19 kali.
Uji kompetensi merupakan syarat bagi para dokter untuk mendapatkan Sertifikasi kompetensi yang dikeluarkan PB IDI. Sertifikasi itu merupakan syarat untuk mengambil Surat Tanda Registrasi (STR) dari Konsil Kedokteran Indonesia (KKI). Usai mendapatkan kedua surat tersebut, dokter bersangkutan dapat mengajukan Surat Izin Praktik (SIP) pada IDI cabang setempat agar bisa melakukan praktik kedokteran.
Nafsiah mengamini buruknya lulusan dokter pada saat ini merupakan buah dari menjamurnya fakultas kedokteran kelas abal-abal di berbagai daerah. “Saya bahkan mendengar ada sebuah fakultas kedokteran yang menerima mahasiswa dari jalur IPS (ilmu pengetahuan sosial). Kami sudah melaporkan hal ini ke Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) untuk diambil tindakan,” bebernya.

Guna membenahi fakultas kedokteran abal-abal, pemerintah telah mengeluarkan UU Pendidikan Kedokteran (Dikdok) yang baru disahkan pada Juli 2013. Di situ, sambung Nafsiah, diatur syarat pendirian fakultas kedokteran seperti, harus memiliki rumah sakit, terakreditasi, dan tidak boleh merekrut mahasiswa di luar kemampuan (kuota). “Fakultas yang melanggar akan diberi sanksi oleh Kemendikbud. Bentuknya mulai dari teguran sampai kalau perlu ditutup.” (Sumber: Metrotvnews.com).

1 komentar :