Senin, 29 Juli 2013

Tinjauan Umum Undang - Undang Pendidikan Kedokteran

Sebuah kajian oleh Kastrat BEM IKM FKUI 2013

UU Dikdok tinggal tunggu ketok palu
Pelayanan kedokteran di Indonesia saat ini terselenggara secara tidak merata. Berdasarkan data Kementerian Kesehatan (Kemenkes) 2012, terungkap bahwa dari 9.510 puskesmas yang ada di Indonesia, 14,7% di antaranya tidak memiliki tenaga dokter. Selain itu masih terdapat 16,76% puskesmas di negara kita yang tidak memiliki jumlah tenaga kesehatan (nakes) minimal, yang terdiri dari 1 dokter, 1 perawat dan 1 bidan. 
Dokter-dokter yang ahli itu terpusat di kota besar, terutama di Jakarta. Sementara itu di beberapa daerah,  keberadaan dokter sangat minim. Posisi rasio dokter penduduk terendah ditempati oleh Sulawesi Barat (8,8/100 ribu), NTT (10/100 ribu), Maluku (12,5/100 ribu), Maluku Utara (12,6/100 ribu) dan NTB (13,6/100 ribu). Di sisi lain, kesejahteraan dokter di Indonesia juga tidak merata, begitu juga kualitas layanan yang diberikan 
Beberapa gambaran permasalahan kesehatan Indonesia di atas, kemudian coba dijawab dengan Undang-Undang Pendidikan Kedokteran yang belum lama disahkan pada tanggal 11 Juli 2013, setelah melewati perjalanan yang panjang semenjak tahun 2011. Tujuan utamanya adalah untuk meningkatkan kualitas layanan kesehatan, terutama dokter, melalui perbaikan sistem pendidikan serta pemerataan kesempatan pendidikan. 
Undang-undang ini mengatur kegiatan kedokteran dimulai dari pendidikan kedokteran itu sendiri hingga bentuk pelayanan kedokteran di masyarakat. Ada beberapa perubahan yang akan terjadi di dunia kedokteran Indonesia paska pengesahan peraturan ini. Dari segi pendidikan, institusi pendidikan kedokteran harus memenuhi beberapa syarat-syarat yang berlaku. Dari segi pelayanan kesehatan, akan ada Integrasi terhadap perubahan sistem menjadi Sistem Jaminan Sosial Nasional yang menuntut adanya dokter layanan primer dan sistem rujukan yang baik, 
  
Berikut adalah beberapa poin penting dalam undang-undang pendidikan kedokteran ini;

Dokter Layanan Primer.
Apakah itu dokter layanan primer? Dokter layanan primer adalah sebuah cabang spesialis baru dalam dunia kedokteran Indonesia, ditujukan untuk memenuhi kualifikasi sebagai pelaku pada layanan kesehatan tingkat pertama, melakukan penapisan rujukan tingkat pertama ke tingkat kedua, dan melakukan kendali mutu serta kendali biaya sesuai dengan standar kompetensi dokter dalam sistem jaminan kesehatan nasional. Nantinya, mayoritas pasien akan dihadapkan dengan dokter layanan primer bertugas saat SJSN sudah rampung.  

Dokter Layanan Primer berbeda dari dokter umum karena harus menjalani studi lebih lanjut selama kurang lebih 2 tahun dan akan  diperlakukan setara dengan dokter spesialis. Hal ini tercantum pada pasal 8 ayat 3 yang berbunyi: ”Program dokter layanan primer sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan kelanjutan dari program profesi Dokter dan program internsip yang setara dengan program dokter spesialis.” Sebagai tambahan, dalam program SJSN nanti, dokter yang akan digaji oleh sistem adalah dokter layanan primer, dokter spesialis dan dokter sub-spesialis.

Lalu bagaimana nasib dokter umum?  Dokter umum masih bisa berpraktek seperti biasa di klinik dan rumah sakit swasta yang tidak tergabung dalam SJSN selama mereka memiliki izin untuk berpraktek.

Terdapat beberapa kekhawatiran dalam pendidikan dokter layanan primer. Salah satunya dalam penyelenggaraan pendidikan. Hanya beberapa fakultas yang dapat menjalankan program pendidikan dokter layanan primer.
Berdasarkan pasal 8 ayat 1 UU Pendidikan Kedokteran, yang berbunyi:
“Program pendidikan dokter layanan primer, dokter spesialis, subspesialis, dan dokter gigi spesialis-subspesialis hanya dapat diselenggarakan oleh Fakultas Kedokteran dan Fakultas Kedokteran Gigi yang memiliki akreditasi kategori tertinggi untuk program studi kedokteran dan program studi kedokteran gigi”  studi dokter layanan primer hanya bisa diambil di fakultas kedokteran dengan akreditasi tertinggi (A)  Permasalahan yang mungkin muncul adalah, dari 80 Universitas yang memiliki fakultas kedokteran di Indonesia, hanya 19 yang memiliki akreditasi A menurut data badan akreditasi nasional kemendikbud. Hal ini berpotensi memperkecil kesempatan untuk menjadi dokter layanan primer, padahal di era SJSN nanti diharapkan jumlah dokter layanan primer berada di dasar piramida dokter Indonesia, yakni menempati komposisi dokter terbanyak dari ragam dokter lainnya. Meski dalam pasal 8 ayat 2 dijelaskan lebih lanjut; 

“Dalam hal mempercepat terpenuhinya kebutuhan dokter layanan primer, Fakultas Kedokteran dengan akreditasi kategori tertinggi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat bekerja sama dengan Fakultas Kedokteran yang akreditasinya setingkat lebih rendah dalam menjalankan program dokter layanan primer.” 
Fakultas kedokteran dengan akreditasi B bisa menjadi sarana kerjasama fakultas yang memiliki akreditasi A untuk pendidikan dokter layanan primer, bentuk kerja sama ini masih belum jelas

Dokter umum tidak diwajibkan untuk mengambil pendidikan dokter layanan primer, hanya saja jika mau berpartisipasi dalam SJSN maka dokter umum perlu menjadi dokter layanan primer atau spesialis atau subspesialis. Selain itu, berdasarkan pasal 31 ayat 1 poin b, “memperoleh insentif di Rumah Sakit Pendidikan dan Wahana Pendidikan Kedokteran bagi mahasiswa program dokter layanan primer, dokter spesialissubspesialis, dan dokter gigi spesialis subspesialis”, selama pendidikan dokter layanan primer, seperti pendidikan dokter spesialis dan subspesialis, memiliki hak untuk menerima insentif dari rumah sakit pendidikan atas jasa medis yang dilakukan.

Internsip
           Berdasarkan pasal 38 ayat 1 dan 2 yang berbunyi :
“(1) Mahasiswa yang telah lulus dan telah mengangkat sumpah sebagai Dokter atau Dokter Gigi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37 ayat (1) harus mengikuti program internsip.
  
(2) Penempatan wajib sementara pada program internsip sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diperhitungkan sebagai masa kerja. “
mahasiswa yang sudah menyelesaikan pendidikan kedokteran dan sudah disumpah wajib mengikuti internsip. Undang-undang ini memberikan dasar hukum yang lebih kuat terhadap program internsip yang sebelumnya diatur melalui Permenkes nomor 229/MENKES/PER/II/2010. Perubahan lain yang terjadi terkai internsip adalah program Internsip akan dihitung sebagai masa kerja.

Perbaikan mutu pendidikan
Untuk memperbaiki mutu pendidikan, maka fakultas kedokteran kini diwajibkan untuk memiliki rumah sakit pendidikannya sendiri. Berdasarkan pasal 41 ayat 2 “Rumah Sakit Pendidikan Utama hanya dapat bekerja sama dengan 1 (satu) Fakultas Kedokteran dan/atau Fakultas Kedokteran Gigi sebagai rumah sakit pendidikan utamanya.”, setiap fakultas kedokteran wajib memiliki 1 rumah sakit pendidikan utama, dimana rumah sakit pendidikan utama adalah rumah sakit umum. Selain itu, berdasarkan ayat 3 yang berbunyi “Selain kerja sama sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Rumah Sakit Pendidikan Utama dapat menjadi Rumah Sakit Pendidikan Afiliasi dan/atau Rumah Sakit Pendidikan Satelit bagi Fakultas Kedokteran atau Fakultas Kedokteran Gigi lainnya” fakultas kedokteran boleh memiliki rumah pendidikan satelit sebagai pelengkap. Untuk menyesuaikan, maka berdasarkan pasal 59, yang berbunyi
“(1) Fakultas Kedokteran dan Fakultas Kedokteran Gigi yang sudah ada sebelum Undang-Undang ini harus menyesuaikan dengan ketentuan Undang-Undang ini paling lama 5 (tiga) tahun sejak Undang-Undang ini diundangkan.
(2) Program studi kedokteran dan program studi kedokteran gigi yang sudah ada sebelum Undang-Undang ini harus menyesuaikan dengan ketentuan Undang-
Undang ini paling lama 5 (lima) tahun sejak Undang-Undang ini diundangkan.” diberikan masa peralihan selama 5 tahun yang jika setelah 5 tahun masih belum memiliki rumah sakit pendidikan atau masih belum sesuai dengan ketentuan undangundang akan ditutup.

Beasiswa
Beasiswa memiliki banyak sumber, antara lain pemerintah, pemerintah daerah, fakultas dan pihak lain. Pemerintah  Pasal 32 yang berbunyi 
“(1) Mahasiswa dapat memperoleh beasiswa dan/atau bantuan biaya pendidikan.
(2) Beasiswa dan/atau bantuan biaya pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat bersumber dari: a. Pemerintah;
b.      Pemerintah Daerah;
c.       Fakultas Kedokteran atau Fakultas Kedokteran Gigi; atau
d.      pihak lain.” dan dijelaskan lebih lanjut di pasal 33 yang berbunyi: 
(1)        Beasiswa yang bersumber dari Pemerintah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 ayat 2 huruf a diberikan kepada Mahasiswa dengan kewajiban ikatan dinas untuk ditempatkan di seluruh wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia.
(2)        Beasiswa yang bersumber dari Pemerintah Daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 ayat (2) huruf b diberikan kepada Mahasiswa dengan kewajiban ikatan dinas untuk daerahnya.
(3)        Bantuan biaya pendidikan yang bersumber dari Pemerintah dan Pemerintah Daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 ayat (2) huruf a dan huruf b diberikan kepada Mahasiswa tanpa kewajiban mengikat dalam rangka memenuhi program afirmasi.
(4)        Beasiswa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diberikan dengan pertimbangan prestasi dan/atau potensi akademik.”
Mahasiswa yang mendapatkan beasiswa dari pemerintah memiliki kewajiban ikatan dinas di tempat yang ditentukan oleh pemerintah. Selain itu mahasiswa juga dapat menerima bantuan dari pemerintah tanpa kewajiban ikatan dinas. 
Penerimaan mahasiswa kedokteran baru
Berdasarkan  pasal 27 ayat 2, yang berbunyi “Selain lulus seleksi penerimaan sebagaimana dimaksud pada ayat 1, calon mahasiswa harus lulus tes bakat dan tes kepribadian.” Tes kepribadian akan dijadikan bagian dalam tes penerimaan ke fakultas kedokteran. Masih belum diketahui bentuknya.
             
 Kuota penerimaan mahasiswa baru juga sekarang diatur dalam UU Dikdok dimana sebelumnya kuota penerimaan mahasiswa baru menjadi wewenang masingmasing universitas. Berdasarkan pasal 9 yang berbunyi:  
“(1) Program studi kedokteran dan program studi kedokteran gigi hanya dapat menerima Mahasiswa sesuai dengan kuota nasional.
(2) Ketentuan mengenai kuota nasional sebagaimana dimaksud pada ayat 1 diatur dengan Peraturan Menteri setelah berkoordinasi dengan menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang kesehatan.”  dan pasal 10 yang berbunyi: 
“Dalam hal adanya peningkatan kebutuhan pelayanan kesehatan, Menteri setelah berkoordinasi dengan menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang kesehatan dapat menugaskan Fakultas Kedokteran dan Fakultas Kedokteran Gigi untuk meningkatkan kuota penerimaan Mahasiswa program dokter layanan primer, dokter spesialis-subspesialis, dan/atau dokter gigi spesialis-subspesialis sepanjang memenuhi daya tampung dan daya dukung sesuai dengan ketentuan Peraturan Perundangundangan.”
kuota mahasiswa nasional yang bisa diterima ke fakultas kedokteran kini diatur oleh kementrian bidang kesehatan. Kuota ini bisa naik dan bisa turun sesuai dengan kebutuhan nasional. Hal ini juga mempengaruhi pendidikan dokter layanan primer, spesialis dan subspesialis. 
Poin yang menurut saya sangat perlu kita kritisi adalah aksesibilitas calon mahasiswa terhadap pendidikan kedokteran (Penerimaan Mahasiswa Baru). Selama ini akses dikdok masih menjadi masalah populis yang belum terselesaikan.
Terkait masalah akses pendidikan kedokteran, yakni melalui penerimaan mahasiswa baru, perlu diperjelas mengenai "jalur khusus" penerimaan mahasiswa baru FK/FKG yang tertuang pada pasal 27 ayat (4) dan (5); “(4) Seleksi penerimaan calon mahasiswa sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dapat dilakukan melalui jalur khusus. (5) Seleksi penerimaan calon mahasiswa melalui jalur khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (4) ditujukan untuk menjamin pemerataan penyebaran lulusan di seluruh wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia.”

Pertanyaan yang muncul terkait masalah ini yang belum terjawab di UU Pendidikan Kedokteran, sebagai berikut:
-      Siapakah pelaksana jalur khusus? Apakah seleksi nasional atau mandiri
(fakultas) ?
-      Jalur khusus ini mempertimbangkan kondisi masyarakat berpenghasilan rendah, artinya apakah kemungkinan ada kuota secara finansial ?
Hal ini dikhawatirkan berdampak pada pemanfaatan jalur penerimaan sebagai ladang komersialisasi pendidikan oleh fakultas, seperti yang terjadi di beberapa institusi yang menyelenggarakan pendidikan kedokteran saat ini, di mana terdapat beberapa institusi pendidikan yang memiliki fakultas kedokteran menyelenggarakan “jalur mandiri” dengan tujuan (dalih) untuk menyeleksi calon mahasiswa sesuai dengan kriteria yang diinginkan oleh institusi tersebut, tetapi kenyataannya jalur mandiri dijadikan seleksi finansial yang hanya bisa diakses oleh kalangan ekonomi atas saja.

Seleksi finansial yang dimaksud adalah universitas mematok biaya yang harus dibayarkan oleh calon mahasiswa jika diterima melalui tes yang dilakukan secara mandiri oleh universitas tersebut, hal ini secara tidak langsung menyingkirkan kalangan tidak mampu (ekonomi lemah) untuk mengikuti jalur mandiri dengan kata lain membatasi akses sebagian calon mahasiswa (tidak mampu) untuk mendapatkan pendidikan, termasuk pendidikan kedokteran. 

Setiap calon mahasiswa dari kalangan ekonomi manapun mempunyai kesempatan yang sama dalam mengakses pendidikan kedokteran. Tidak ada pembatasan akses terhadap "si miskin" dengan mengurangi kuota untuk jalur mandiri yang diperuntukkan pada kalangan "si kaya". UU Pendidikan Kedokteran seharusnya memberikan solusi terhadap kondisi di atas. Akan tetapi, pengadaan jalur khusus belum tentu menjawab masalah akses tersebut.  Perlu peraturan menteri yang tepat agar tidak ada permainan dalam jalur ini, di mana pemerataan di jamin, tapi tidak dengan kemampuan finansial

Penutup
Akan ada banyak perubahan yang terjadi paska pengesahan UU Pendidikan Kedokteran dan pemberlakuan SJSN dan BPJS. Tantangan yang dihadapi pun beragam mulai dari kesiapan sistem hingga keseriusan pendanaan. Perlu dilakukan kajian yang lebih mendalam terkait dampak yang akan ditimbulkan, baik untuk pendidikan dokter maupun untuk kesehatan Indonesia pada umumnya, terutama kajian menyeluruh meliputi SJSN dan roadmapnya.

Sumber








Jumat, 26 Juli 2013

DPM pertanyakan Bendahara BEM yang dijabat oleh dua orang.


Rupiah
DPM News. Dewan Perwakilan Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Syiah Kuala kembali mengirimkan teguruan kepada Gubernur BEM sekaligus mempertanyakan mengenai jabatan Bendahara Umum BEM yang dijabat oleh dua orang. Hal tersebut sesuai dengan surat dari BEM yang ditanda tangani langsung Gubernur BEM bernomor 044/I/BEM-FK Unsyiah/VII/2013 perihal Surat Keterangan Pengangkatan dan surat 045/I/BEM-FK Unsyiah/VII/2013 perihal Surat Keterangan Pengangkatan.

Ketua komisi B, Wanda mengamukakan bahwa “Ini agak lucu dan rancu, kenapa Bendahara Umumnya ada dua, dimana yang satu atas nama Anandita Putrid dan satu lagi atas nama Erisa Aulia” ujarnya. Dia melanjutkan, “Oleh karena itu kita sudah surati Gubernur BEM untuk meminta penjelasan mengenai surat tersebut”.

Presidium yang masih kosong.

Pada kesempatan yang sama, wanda juga mengingatkan agar Gubernur BEM segera mengisi nama – nama presidium yang masih kosong karena mengundurkan diri. “Kita minta Gubernur BEM agar segera mengisi kekosongan presidium BEM sesuai pos – pos yang masih kosong dan tidak membiarkan berlarut – larut masalah ini”. Dia meneruskan bahwa “Kita sudah surati sebelumnya untuk segera dikirimkan nama – nama presidium BEM yang baru untuk mengisi kekosongan di beberapa pos jabatan yang ditingkalkan pengurus sebelumnya yang sudah mengundurkan diri”.

Selasa, 16 Juli 2013

Pengetahuan Generasi Al-Fatih

Pasukan Sultan Muhammad Alfatih
Dua puluh dua hari Murad II mengepung Konstantinopel dari arah barat, namun benteng paling kokoh di zamannya selalu melumpuhkan para penantang, sebagaimana ia telah melumpuhkan pasukan muslim selama delapan abad. Namun mimpinya tidak mati, ia inspirasikan ke anaknya Muhammad II hingga mengalir di jiwa dan darahnya lalu menjadi tujuan hidupnya.
Tulisan ini bukanlah kisah pertarungan bukan juga pertempuran, tapi cerita tentang pikiran besar dibalik penaklukan yang kata kuncinya adalah kurikulum Murad II. Maka cerita ini dimulai dari pengisian bahan-bahan pikiran.

Murad II memulai dari ibukota ‘Ustmaniyyah, Edirne. Ia desainkan konsep masjid dan institusi pendidikan terbaik, masjid untuk pendidikan dan institusi pendidikan yang berspirit masjid. Tidak hanya untuk Muhammad II tapi juga untuk pemuda se-generasinya, karena kebangkitan tak ditopang seorang pahlawan tunggal, tapi sebuah generasi berpengetahuan.
Kendala umum anak-anak lingkungan borjuis adalah keangkuhan, termasuk anaknya sendiri. Karena kelimpahan fasilitas, kekuasaan keluarga, dan posisi kepemimpinan yang pasti di tangan adalah racun yang melemahkan sendi-sendi motivasi belajar. Murad II menyelesaikan kendala ini sebelum fase belajar Muhammad II dimulai. Ahmad bin Ismail al-Kurani adalah guru pertamanya “Aku dikirim ayahmu untuk pendidikanmu, bahkan jika diperlukan pukulan-pun aku keluarkan kalau kamu gemar membangkang”. Muhammad II kecil tertawa mendengar gurunya, hingga Sang Guru benar-benar memukulnya. Pukulan itu yang meruntuhkan tameng kewibawaan mental istana, hingga Muhammad II mulai memahami makna menjadi orang biasa, bukan anak raja.

Rombongan ulama besar yang tinggal di sana dikerahkan seluruhnya untuk misi besar penyiapan generasi ini. Seperti murid-murid Syaikh Tiftazani dan Sayyid Syarif Jurjani yang buku-bukunya sekarang dipelajari di Universitas Islam sedunia, bahkan ‘Alauddin at-Thusi langsung mengajar di sana. Tapi mereka tidak diminta mendatangi Muhammad karena ia yang harus berlelah datangi pintu guru-guru itu setiap hari bersama anak-anak jelata lain.
Pendidikan masa kecil itulah cetakan awal karakter Muhammad II yaitu mental seorang ilmuan. Para pakar itu tidak tersaji di halaman istana yang hijau tapi dicari dan didatangi walau di tanah tertandus. Gairah belajar lebih penting dari pada konten pengetahuannya sendiri karena ia yang menjamin kontinuitas. Dan ini keberhasilan didikan Al-Kurani. Sehingga Al-Quran dihafalnya cepat sebelum delapan tahun, lalu ilmu-ilmu syari’at dilahapnya setelah itu.
Bahasa pengantar yang diajarkan pada Muhammad II ada tujuh yaitu: Arab, Turki, Persia, Yunani, Serbia, Italia, dan Latin. Ketujuh bahasa ini ia selesaikan di usia remaja. Maka akses Muhammad II untuk mengkaji semesta ini tidak dibatasi cakrawala budayanya [Turki]. Bahkan zaman Murad II ini dikenal dengan masa emas terjemahan referensi-referensi besar Islam ke dalam bahasa Turki seperti Tafsir dan Tarikh Thabari, Tafsir dan Tarikh Ibnu Katsir, referensi-referensi Fiqih, Hadits, kedokteran, kimia untuk dikonsumsi generasi se-zamannya dan setelahnya.

Tapi keistimewaan tersebut bukan pada kuantitas penguasaan bahasa, karena ia hanyalah tools pembuka pengetahuan, tapi ketepatan sasaran dalam penggunaan. Maka ilmu ketiga dalam kurikulum Murad II untuk dipelajari Muhammad II kecil setelah Qur’an dan Islamologi adalah sejarah. Ia fokus mengkaji kaidah-kaidah kemenangan dan sebab-sebab kekalahan dalam jejak perjalanan umat-umat terdahulu. Lalu Matematika, Geografi dan Astronomi. Perangkat ilmu ini membuatnya rasionalis dan berfikir strategis, berpandangan global dalam perencanaan tapi detail dalam pelaksanaan.

Kemampuan ini saja sudah membuatnya unggul di antara generasi muda sezamannya, namun Murad II memberi anaknya perangkat lain, yaitu sastra. Tak sembarangan, seorang guru besar, Ibnu Tamjid, seorang penyair Arab dan Persia, juga Syaikh Khairuddin dan Sirajuddin al-Halabi. Kapasitas sastra berfungsi menghidupkan pikiran-pikiran imajinatifnya. Bahkan lebih dari itu, Muhammad II memang seorang penyair.

Tibalah bagi Murad II untuk menguji kapasitas pengetahuan Muhammad II. Di usianya yang ke 14, ia ditunjuk menjadi gubernur Manisa. Siapa pun yang pernah mengunjunginya, akan mengakui kapasitas kepemimpinan Muhammad II dalam mengelola kota, manajemen administratif, membangun tentara, mendesain konsep sekolah, dan menghiasi kota dengan seni, festival kebudayaan, dan pembangunan simbol-simbol kebanggaan sejarah.
Namun kesibukan politik tidak mengakhiri petualangan pengetahuannya. Masjid Ibrahim Khaja adalah saksi sejarah seorang pemimpin kota yang rela duduk merendah di jajaran para ulama terbaik di zamannya, khususnya As-Syamsuddin, seorang ilmuan ensiklopedik penemu konsep mikrobat dalam ilmu kedokteran. Di sinilah pengetahuan Muhammad II mendaki puncaknya, karena landasan teoritis yang dikuasai sejak dulu bertemu dengan ruang aplikasi untuk kemudian dievaluasi dalam majelis pengetahuan masjid Ibrahim Khaja.

Semua perjalanan pengetahuan ini adalah pengantar menuju penaklukan yang dirancang dengan sangat sistematis oleh Murad II. Ia sendiri meninggal muda dan bahkan tidak pernah menyaksikan anaknya mempersiapkan pasukan Ustmani menuju Konstantinopel. Tapi waktu realisasi itu tidak lama. Muhammad II menggantikan menjadi sultan di Edirne dalam usia 22 tahun dan hanya dalam waktu dua tahun ia melunasi hadits Nabi yang selama 8 abad belum berhasil dituntaskan generasi-generasi kuat terdahulu, baik generasi para penakluk daulah Umawiyyah atau generasi kemakmuran daulah Abbasiyyah.

Generasi-generasi sebelum Muhammad II al-Fatih mungkin sama kuat militernya, sama luas wilayah kekuasaanya, sama melimpah aset manusia dan alamnya, dan sama menggebu obsesi penaklukannya, tapi Murad II meretas jalan untuk mencetak generasi baru yang belum pernah ada dalam sejarah Islam. Yaitu generasi yang berpengetahuan tingkat tinggi dengan pemimpin terbaiknya. Pemimpin terbaik di zaman itu bukan hanya petarung, atau manajer, atau sastrawan, atau ahli fiqih, atau panglima, atau pemikir strategis, tapi pengetahuannya mencapai tingkat kepakaran nyaris di semua bidang.

Maka mudah saja, memahami semua kreasi strategi Muhammad Al-Fatih dalam proses penaklukan Konstantinopel, yang belum pernah terfikirkan generasi sebelumnya, seperti pembuatan meriam raksasa, mengangkat 70 perahu lewat darat sepanjang 3 mil, karena itu semua produk pemikiran berbasis pengetahuan. Bahkan andai strategi-strategi teknis itu gagal, generasi al-Fatih tidak akan kehabisan stok strategi dari gudang pengetahuannya. Bagaimana tidak? Rasulullah sendiri yang mendeskrisipsikan generasi penakluk itu “Konstantinopel benar-benar akan dibebaskan, pemimpin terbaik adalah pemimpin yang membebaskannya dan pasukan terbaik adalah pasukan yang bersamanya”. Dibalik setiap cerita kemenangan, selalu ada revolusi pengetahuan. Dan Muhammad Al-Fatih beserta generasinya adalah model yang paling sempurna untuk itu. (Edisi Lengkap Serial Pemuda bisa diakses di www.elvandi.com)

Istanbul, 29 April 2013
Majalah Intima Edisi Mei 2013
Muhammad Elvandi, Lc



Minggu, 07 Juli 2013

Marhaban ya Ramadan



Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh…

Beberapa hari lagi…
Nafas ini menjad tasbih….
Tidur ini menjadi ibadah….
Doa’ akan di Ijabah….
Pahala dilipat gandakan….

Mari kita hidupkan Ramadan dengan memperbanyak tilawah Qur’an (minimal satu juz satu hari), salat 5 waktu berjama’ah di Masjid, salat tarawif tidak bolong – bolong,salat duha rutin, Qiyamul lail rutin, memperbanyak Zikir dan do’a,memperbanyak sedekah dan membayar zakat serta I’tikaf.

Segenap Keluarga Besar Dewan Perwakilan Mahasiswa beserta seluruh Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Syiah Kuala mengucapkan Selamat dating Syahrul Adzim Mubarak, Ramadan 1434 H. semoga Ramadan kali ini lebih baik.

Ketua DPMF Kedokteran Unsyiah

M. Rizki Ramadana, S. Ked

FK Unsyiah kirim Tim Medis ke Gayo


Ketua Tim Medis dr. Hendra Kurniawan
DPM News. Fakultas Kedokteran Universitas Syiah Kuala mengirim Tim Medis untuk membantu menangani koeban Gempa di Kabupaten Bener Meriah dan Aceh Tengah. Tim beranggotakan 8 orang tersebutdi ketuai langsung oleh dr. Hendra Kurniawan dan terdiri dari 2 orang dokter dan 5 Mahasiswa. Adapun anggotanya terdiri dari dr. Zulkarnain, M. Si, Herdianta, S. Ked, Teuku Rizkyaris, Muhammad Abrar Azhar, Rovi Pratama, Raja dan Fathur. Posko kesehatan yang sudah di buka dari 05 Juli 2013 berlokasi di KampusUniversitas Syiah Kuala, Kabupaten Bener Meriah yang terletak di Desa Cakel. Sebagai salah satu kontribusi langsung untuk Rakyat Aceh dari kampus Jantoeng Hatee Rakyat Aceh tersebut.

Ketua TIM medis, dr. Hendra Kurniawan melaporkan langsung dari lapangan kepada tim humas DPM
Korban Gempa
mengatakan “Di posko kesehatan ini kita melakukan pemberian pertolongan dan pengobatan kepada para korban luka –luka dan yang sakit, mengingat cukup banyak korban yang terluka, data terakhir korban luka – luka mencapai 300 orang. Alhamdulillah banyak warga yang sudah kita tangani, rata – rata korban yang luka akibat terkena reruntuhan bangunan” ujar dr. Hendra yang juga dosen FK Unsyiah dan mantan Gubernur BEM tersebut.


Sementara, koordinator lapangan Herdianta, S. Ked melalui telpon genggam kepada Humas DPM memberitahukan, sejauh ini sudah puluhan masyarakat yang sudah berobat ke posko kesehatan Unsyiah tersebut “Alhamdulillah, sudah puluhan masyarakat yang berobat yang sudah kita layani di posko ini” ujar Herdi.

Asy-syifaa’ Buka Posko
Sementara itu, Lembaga Dakwah Fakultas Kedokteran Universitas Syiah Kuala, Asy-syifaa’ membuka posko penerimaan bantuan di Kampus Jantoeng Hatee Rakyat Aceh tersebut. Posko yang berlokasi langsung di FK Unsyiah tersebut menerima segala macam bentuk bantuan apapun yang selanjutnya akan disalurkan ke korban Gempa Gayo. 
Ketua Asy – syifaa’ Fahrizal dihubungi tim Humas DPM
Posko Kesehatan FK Unsyiah
mengatakan, posko Asy – syifaa’ menerima bantuan pakaian bekas, alat – alat tulis dan dana. Jika ada yang mau menyumbang untuk saudara – saudara korban Gempa Gayo bisa menghubungi kami di +6285267798420/+6287747114196 a.n Marlina atau bisa juga langsung ke posko kami” ujar Ijal yang juga putra asli Takengon tersebut. Dia melanjutkan, “Untuk pakaian dan sembako sudah kita tutup sementara dulu terhitung 07 Juli 2013 karena kami akan menyalurkan bantuannya hari ini (Minggu, 07 Juli 2013) bersama teman – teman dari LDF se-Unsyiah, akan tetapi untuk dana masih kita buka”.


Sementara itu, data terakhir dirilis media disebutkan korban Meninggal 36 orang,  luka – luka 300 orang, rumah rusak 15.662 unit, sarana pendidikan rusak 292 unit, sarana kesehatan rusak 237 unit, tempat ibadah rusak 136 unit, jalan rusak 7 lintasan, desa yang terkena 12 Kecamatan,323 Gampoeng dari 352 Gampoeng, pengungsi 19.870 (belum termasuk yang mengungsi di depan rumah) sumber Harian Serambi Indonesia.
Lokasi Gempa Aceh Selasa 02 Juli 2013

Sabtu, 06 Juli 2013

DPM sidangkan masalah Metamorfosis 2013

Suasana Rapat Metamorfosis 2013
DPM News. Salam Aspirasi. Dewan Perwakilan Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Syiah Kuala kembali memanggil Gubernur BEM dan Departemen terkait. Kali ini dengan Agenda pembahasan Metamorfosis 2013.

Rapat yang dilaksanakan di Meuligoe Mahasiswa FK Unsyiah tersebut dihadiri jajaran DPM mulai Ketua M. Rizki Ramadana, Ketua BK Abdullah Azmy, Ketua Komisi D Halim Tezar Kusuma, Wakil Ketua Komisi A Ulil Rukmana, Wakil Ketua Komisi D Andi Yusuf D, dari BEM turut hadir jajaran DPH Gubernur BEM Faizul Giffari G, Wakil Gubernur BEM Yaum Aamruna sedangkan Bendahara dan Sekretaris Umum tidak hadir karena sudah lama mengundurkan diri, Kadep, Sekdep, Kabir Hual internal dan Eksternal juga Absen hadir.

Rapat Metamorfosis 2013 antara BEM dan DPM
Rapat yang dimulai jam 10.00 WIB tersebut dipimpin langsung ketua DMP dengan agenda pembahasan Metamorfosis 2013. Dalam sambutan awal, ketua DPM kembali menegaskan bahwa semua pihak wajib menghormati setiap aturan yang ada di kampus, siapapun dia dan organisasi manapun. 

Rapat yang berlangsung sampai dengan jam 12.00 WIB tersebut  berjalan hangat dan penuh dengan keakraban. DPM juga berharap "Gubernur BEM kedepannya sebelum mengambil sikap agar bisa berkonsultasi dulu dengan DMP supaya nantinya tidak ada kebijakan yang cacat hukum kedepannya, DPM itu mitra kerja BEM dan Himpunan, jadi bukan sebaliknya" ujar Rizki.

Sementara itu, Ketua Komisi D, Halim Tezar Kusuma memberikan masukan agar BEM bisa memperjelas rincian anggaran dana yang dikutip ke mahasiswa "Kita berharap ini diperjelas, supaya nanti tidak ada lagi keluhan dari orang tua mahasiswa dan mereka terkejut, kalau bisa dilapmirkan di surat supaya jelas kebutuhannya untuk apa" ujar Halim yang juga Komting Angkatan 2009 (Humas DPM).

Jumat, 05 Juli 2013

Kantor BEM "LUMPUH", DPM surati Gubernur BEM


Salah satu sudut kantor BEM FK Unsyiah
DPM News. Dewan Perwakilan Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Syiah Kuala kembali menyurati Gubernur BEM. Kali ini teguran serta dengan himbauan agar BEM di aktifkan dan sekretariat agar dihidupkan lagi karena banyak mahasiswa yang mengeluh di saat ke BEM akan tetapi tidak ada pengurus yang di kantor. Adapun perihal yang kedua adalah mengenai kebersihan BEM dan keindahan kantor, karena hasil sidak DPM dimana kantor BEM kumuh dan terkesan kosong. Padahal itu merupakan kantor, akan tetapi tampak seperti gudang, barang – barang berserakan dan terkesan bak rumah tampa berpenghuni.


Barang-barang di BEM berceceran 
Kalau kita mengaitkan lagi padahal Islam sangat identic dengan kebersihan, ada hadis Nabi Muhammad SAW yang artinya “Kebersihan itu sebahagian dari Iman”.

Kemudian, DPM juga meminta agar aktifitas pengurus dan para presidium BEM di intenskan lagi di kantor BEM, tanpak BEM selalu sepi dari aktivitas, padahal ini tidak boleh terjadi karena jika sewaktu waktu ada Mahassiwa yang ke BEM dan ada keperluan, tetapi tidak ada satupun orang di BEM. (Humas DPM).
Kantor yang megah, namun sepi dari aktifitas